Proses Sosialisasi
I.
Pendahuluan
Individu
dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar ia dapat hidup dan
bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
dimana individu itu berada. Sosialisasi merupakan proses transmisi kebudayaan
antargenerasi, karena tanpa sosialisasi masyarakat tidak dapat bertahan
melebihi satu generasi. Syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi
adalah interaksi social, karena tanpa interaksi social sosialisasi tidak
mungkin berlangsung. Menurut Vander Zande, sosialisasi adalah proses interaksi
social melalui kita mengenal cara-cara berfikir, berperasaan dan berperilaku,
sehingga dapat berperan secara efektif dalam masyarakat. Menurut David A.
Goslin, sosialisasi adalah proses belajar yang dialami seseorang untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan norma agar ia dapat
berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakatnya. Dari konsep
tersebut, dapat disimpulkan bahwa melalui proses sosialisasi individu
diharapkan dapat berperan sesuai dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat
dimana ia berada.
Individu
dapat menjadi makhluk social dipengaruhi oleh factor keturunan atau alam dan
factor lingkungan atau asuhan. Factor keturunan adalah factor-faktor yang
dibawa sejak lahir dan merupakan transmisi unsure-unsur dari orang tuanya melalui
proses genetika. Misalnya jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit. Factor
lingkungan adalah factor luar yang mempengaruhi organisme, yang membuat
kehidupan bertahan. Misalnya pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Kedua factor
ini saling berinteraksi serta melengkapi dalam membentuk perilaku tertentu dari
individu. Sosialisasi dialami oleh individu sebagai makhluk social sepanjang
kehidupannya sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia. Karena interaksi
merupakan kunci berlangsungnya proses sosialisasi maka diperlukan agen
sosialisasi, yakni orang-orang disekitar individu tersebut yang mentransmisikan
nilai atau norma tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Agen
sosialisasi ini merupakan significant other (orang yang paling dekat) dengan individu,
seperti orang tua, kakak-adik, saudara, teman sebaya, guru, dan lain
sebagainya.
Menurut
tahapannya, sosialisasi dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Sosialisasi
primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu semasa kecil, dalam
tahapan ini keluarga berperan sebagai agen sosialisasi.
2. Sosialisasi
sekunder, proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah
disosialisasi ke dalam sector baru dari dunia objektif masyarakatnya. Dalam
tahapan ini, agen sosialisasi yang berperan yaitu lembaga pendidikan, peer
group, lembaga pekerjaan dan lingkungan yang lebih luas dari keluarga.
Sosialisasi
bisa berlangsung secara tatap muka, tapi bisa juga dilakukan dalam jarak
tertentu melalui sarana media, bisa berlangsung secara formal maupun informal,
baik sengaja maupun tidak sengaja. Dalam masyarakat yang homogen, proses
sosialisasi bisa berjalan dengan serasi menurut pola yang sama, karena nilai
yang ditansmisikan dalam proses sosialisasi sama. Namun pada masyarakat
heterogen, proses yang terjadi tidak sama dengan masyarakat homogen karena
terdapat banyak kelompok social dengan nilai-nilai yang tidak sepadan. Seseorang
dapat mengalami proses yang disebut desosialisasi, yaitu proses “pencabutan”
diri yang dimiliki seseorang, yang kemudian disusul dengan resosialisasi, di
mana seseorang diberikan suatu diri yang baru, yang tidak saja berbeda tapi
juga tidak sepadan. Proses desosialisasi dan resosialisasi ini sering dikaitkan
dengan proses yang berlangsung dalam apa yang dinamakan oleh Goffman sebagai
institusi social: “suatu tempat tinggal dan bekerja di dalamnya sejumlah
individu dalam situasi sama, terputus dari masyarakat yang lebih luas untuk
jangka waktu tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkungkung dan diatur
secara formal.”
II.
Sosialisasi sebagai Suatu Proses
Melalui proses
sosialisasi, individu belajar tentang nilai, norma, bahasa, symbol,
keterampilan, dan sebagainya untuk dapat diterima dalam masyarakat di mana ia
berada.
Charles Horton Cooley
memperkenalkan konsep ”looking glass self” dimana senantiasa dalam individu
terjadi proses yang ditandai oleh 3 tahap terpisah, yaitu:
1. Persepsi,
dalam tahap ini kita membanyangkan bagaimana orang melihat kita,
2. Interpretasi
dan definisi, di sini kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan
kita,
3. Respons,
berdasarkan persepsi dan interpretasi individu tersebut menyusun respons.
III.
Sosialisasi Pengalaman Sepanjang Hidup
Sosialisasi merupakan
suatu proses yang dialami oleh setiap individu sebagai makhluk social di
sepanjang kehidupannya, dari ketika ia dilahirkan sampai akhir hayatnya.
Bentuk-bentuk sosialisasi berbeda-beda dari setiap tahap kehidupan individu
dalam siklus kehidupannya. Dalam setiap tahap sosialisasi, agen sosialisasinya
pun berbeda. George Ritzer membagi siklus kehidupan manusia dalam 4 tahap,
yaitu
1. Masa
Kanak-kanak
Setiap orang tua
mempunyai kewajiban untuk mengajarkan pada anak-anaknya tentang kehidupan ini.
Apa yang dianggap benar atau tidak baik oleh seseorang akan bergantung dari
kedudukannya di dalam masyarakat. Kewajiban orang tua pada masa ini adalah
untuk membentuk kepribadian anak. Yang menjadi agen sosialisasi pada masa
kanak-kanak ini pada umumnya adalah orang tua dan anggota keluarga lainnya yang
merupakan significant other bagi anak dan orang tualah yang menjadi role model
bagi seorang anak dalam membentuk perilakunya.
2. Masa
Remaja
Masa remaja merupakan
masa transmisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja merupakan suatu
periode yang dimulai dengan perkembangan masa pubertas dan menyelesaikan
pendidikan untuk tingkat menengah. Perubahan biologis sering kali mempengaruhi
perilaku masa remaja. Dalam sosialisasi terhadap remaja ada suatu gejala yang
disebut “reverse socialization”. Reverse socialization dideskripsikan sebagai
suatu hal dimana orang yang seharusnya disosialisasikan justru
mensosialisasikan. Sosialisasi ini banyak terjadi pada masyarakat yang
mengalami perubahan social dengan cepat. Agen sosialisasi pada masa ini adalah
peer group, seperti sekolah dan teman sebaya.
3. Masa
Dewasa
Ada tiga hal yang diharapkan
oleh orang dewasa, yakni bekerja, menikah, dan mempunyai anak. Untuk ketiga hal
ini seseorang memerlukan proses belajar atau sosialisasi. Sosialisasi pada
orang dewasa merupakan suatu proses dimana individu dewasa mempelajari norma,
nilai dan peranan yang baru dalam lingkungan social yang baru pula. Proses
belajar ini lebih intensif, belum tentu sama dengan nilai, norma yang telah
diperoleh sebelumnya bahkan mungkin berbeda atau bertentangan, dan proses ini
disebut resosialisasi.
4. Masa
Tua dan Menuju Kematian
Ketika seseorang
mencapai lanjut usia mereka harus belajar bergantung kepada orang lain, belajar
untuk tidak terlalu produktif dan menghabiskan sebagian besar untuk santai.
Proses sosialisasi bagi orang lanjut usia dimulai secara perlahan-lahan. Tahap
paling akhir dalam siklus kehidupan manusia adalah kematian. Proses sosialisasi
menuju kematian biasanya secara tidak sadar dialami oleh seseorang, seperti
menghadiri pemakaman, karena apa yang terjadi di pemakaman sedikit banyak
memberikan nilai baru yang akan menjadi bagian dari diri seseorang. Seseorang
juga akan mengalami proses sosialisasi ketika ia memasuki kelompok atau
komunitas baru. Hal ini membuat mereka harus mengubah kehidupan lama
(desosialisasi) memasuki kehidupan yang baru (resosialisasi).
IV.
Sosialisasi Peran Menurut Jenis Kelamin
(Gender-Role Socialization)
Dalam setiap masyarakat
dan kebudayaan, pasti ada perbedaan peran-peran individu yang diharapkan oleh
masyarakat dari pria dan wanita. Keduanya secara biologis berbeda, karena itu peran
yang diharapkan masyarakatpun secara sosiologis berbeda, karenanya
sosialisasinya pun berbeda. Menurut Scanzoni dan Scanzoni, pria diharapkan
melakukan peran yang bersifat instrumental yaitu berorientasi pada pekerjaan
untuk memperoleh nafkah, sedangkan wanita harus melakukan peran yang bersifat
ekspresif, yaitu berorientasi pada emosi manusia serta hubungannya dengan orang
lain. Yang menjadi agen sosialisasi disini bukan saja keluarga, tapi juga teman
sebaya dan pengaruh sekolah.
V.
Pengaruh Perbedaan Kelas Sosial terhadap
Sosialisasi Anak dalam Keluarga
Kategori mengenai
bentuk/pola sosialisasi dalam keluarga ada dua yaitu sosialisasi yang
berorientasi pada ketaatan yang disebut dengan represif (repressive
socialization) dan yang berorientasi pada dilakukannya partisipasi
(participatory socialization).
Pola sosialisasi yang digunakan
oleh orang tua dalam menanamkan disiplin pada anak yaitu otoriter, demokratis,
permisif. Penanaman nilai dalam proses sosialisasi perlu memperhatikan 4 aspek
agar tujuan pendidikan tercapai, yakni peraturan, sanksi/hukuman,
hadiah/penghargaan, konsistensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar