Rabu, 28 November 2012

Proses Sosialisasi



Proses Sosialisasi
I.                   Pendahuluan
Individu dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar ia dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana individu itu berada. Sosialisasi merupakan proses transmisi kebudayaan antargenerasi, karena tanpa sosialisasi masyarakat tidak dapat bertahan melebihi satu generasi. Syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi social, karena tanpa interaksi social sosialisasi tidak mungkin berlangsung. Menurut Vander Zande, sosialisasi adalah proses interaksi social melalui kita mengenal cara-cara berfikir, berperasaan dan berperilaku, sehingga dapat berperan secara efektif dalam masyarakat. Menurut David A. Goslin, sosialisasi adalah proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakatnya. Dari konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa melalui proses sosialisasi individu diharapkan dapat berperan sesuai dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada.
Individu dapat menjadi makhluk social dipengaruhi oleh factor keturunan atau alam dan factor lingkungan atau asuhan. Factor keturunan adalah factor-faktor yang dibawa sejak lahir dan merupakan transmisi unsure-unsur dari orang tuanya melalui proses genetika. Misalnya jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit. Factor lingkungan adalah factor luar yang mempengaruhi organisme, yang membuat kehidupan bertahan. Misalnya pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Kedua factor ini saling berinteraksi serta melengkapi dalam membentuk perilaku tertentu dari individu. Sosialisasi dialami oleh individu sebagai makhluk social sepanjang kehidupannya sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia. Karena interaksi merupakan kunci berlangsungnya proses sosialisasi maka diperlukan agen sosialisasi, yakni orang-orang disekitar individu tersebut yang mentransmisikan nilai atau norma tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Agen sosialisasi ini merupakan significant other (orang yang paling dekat) dengan individu, seperti orang tua, kakak-adik, saudara, teman sebaya, guru, dan lain sebagainya.
Menurut tahapannya, sosialisasi dibedakan menjadi 2 yaitu:
1.      Sosialisasi primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu semasa kecil, dalam tahapan ini keluarga berperan sebagai agen sosialisasi.
2.      Sosialisasi sekunder, proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sector baru dari dunia objektif masyarakatnya. Dalam tahapan ini, agen sosialisasi yang berperan yaitu lembaga pendidikan, peer group, lembaga pekerjaan dan lingkungan yang lebih luas dari keluarga.
Sosialisasi bisa berlangsung secara tatap muka, tapi bisa juga dilakukan dalam jarak tertentu melalui sarana media, bisa berlangsung secara formal maupun informal, baik sengaja maupun tidak sengaja. Dalam masyarakat yang homogen, proses sosialisasi bisa berjalan dengan serasi menurut pola yang sama, karena nilai yang ditansmisikan dalam proses sosialisasi sama. Namun pada masyarakat heterogen, proses yang terjadi tidak sama dengan masyarakat homogen karena terdapat banyak kelompok social dengan nilai-nilai yang tidak sepadan. Seseorang dapat mengalami proses yang disebut desosialisasi, yaitu proses “pencabutan” diri yang dimiliki seseorang, yang kemudian disusul dengan resosialisasi, di mana seseorang diberikan suatu diri yang baru, yang tidak saja berbeda tapi juga tidak sepadan. Proses desosialisasi dan resosialisasi ini sering dikaitkan dengan proses yang berlangsung dalam apa yang dinamakan oleh Goffman sebagai institusi social: “suatu tempat tinggal dan bekerja di dalamnya sejumlah individu dalam situasi sama, terputus dari masyarakat yang lebih luas untuk jangka waktu tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkungkung dan diatur secara formal.”

II.                Sosialisasi sebagai Suatu Proses
Melalui proses sosialisasi, individu belajar tentang nilai, norma, bahasa, symbol, keterampilan, dan sebagainya untuk dapat diterima dalam masyarakat di mana ia berada.
Charles Horton Cooley memperkenalkan konsep ”looking glass self” dimana senantiasa dalam individu terjadi proses yang ditandai oleh 3 tahap terpisah, yaitu:
1.      Persepsi, dalam tahap ini kita membanyangkan bagaimana orang melihat kita,
2.      Interpretasi dan definisi, di sini kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita,
3.      Respons, berdasarkan persepsi dan interpretasi individu tersebut menyusun respons.
III.             Sosialisasi Pengalaman Sepanjang Hidup
Sosialisasi merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu sebagai makhluk social di sepanjang kehidupannya, dari ketika ia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Bentuk-bentuk sosialisasi berbeda-beda dari setiap tahap kehidupan individu dalam siklus kehidupannya. Dalam setiap tahap sosialisasi, agen sosialisasinya pun berbeda. George Ritzer membagi siklus kehidupan manusia dalam 4 tahap, yaitu
1.      Masa Kanak-kanak
Setiap orang tua mempunyai kewajiban untuk mengajarkan pada anak-anaknya tentang kehidupan ini. Apa yang dianggap benar atau tidak baik oleh seseorang akan bergantung dari kedudukannya di dalam masyarakat. Kewajiban orang tua pada masa ini adalah untuk membentuk kepribadian anak. Yang menjadi agen sosialisasi pada masa kanak-kanak ini pada umumnya adalah orang tua dan anggota keluarga lainnya yang merupakan significant other bagi anak dan orang tualah yang menjadi role model bagi seorang anak dalam membentuk perilakunya.
2.      Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa transmisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja merupakan suatu periode yang dimulai dengan perkembangan masa pubertas dan menyelesaikan pendidikan untuk tingkat menengah. Perubahan biologis sering kali mempengaruhi perilaku masa remaja. Dalam sosialisasi terhadap remaja ada suatu gejala yang disebut “reverse socialization”. Reverse socialization dideskripsikan sebagai suatu hal dimana orang yang seharusnya disosialisasikan justru mensosialisasikan. Sosialisasi ini banyak terjadi pada masyarakat yang mengalami perubahan social dengan cepat. Agen sosialisasi pada masa ini adalah peer group, seperti sekolah dan teman sebaya.
3.      Masa Dewasa
Ada tiga hal yang diharapkan oleh orang dewasa, yakni bekerja, menikah, dan mempunyai anak. Untuk ketiga hal ini seseorang memerlukan proses belajar atau sosialisasi. Sosialisasi pada orang dewasa merupakan suatu proses dimana individu dewasa mempelajari norma, nilai dan peranan yang baru dalam lingkungan social yang baru pula. Proses belajar ini lebih intensif, belum tentu sama dengan nilai, norma yang telah diperoleh sebelumnya bahkan mungkin berbeda atau bertentangan, dan proses ini disebut resosialisasi.
4.      Masa Tua dan Menuju Kematian
Ketika seseorang mencapai lanjut usia mereka harus belajar bergantung kepada orang lain, belajar untuk tidak terlalu produktif dan menghabiskan sebagian besar untuk santai. Proses sosialisasi bagi orang lanjut usia dimulai secara perlahan-lahan. Tahap paling akhir dalam siklus kehidupan manusia adalah kematian. Proses sosialisasi menuju kematian biasanya secara tidak sadar dialami oleh seseorang, seperti menghadiri pemakaman, karena apa yang terjadi di pemakaman sedikit banyak memberikan nilai baru yang akan menjadi bagian dari diri seseorang. Seseorang juga akan mengalami proses sosialisasi ketika ia memasuki kelompok atau komunitas baru. Hal ini membuat mereka harus mengubah kehidupan lama (desosialisasi) memasuki kehidupan yang baru (resosialisasi).
IV.             Sosialisasi Peran Menurut Jenis Kelamin (Gender-Role Socialization)
Dalam setiap masyarakat dan kebudayaan, pasti ada perbedaan peran-peran individu yang diharapkan oleh masyarakat dari pria dan wanita. Keduanya secara biologis berbeda, karena itu peran yang diharapkan masyarakatpun secara sosiologis berbeda, karenanya sosialisasinya pun berbeda. Menurut Scanzoni dan Scanzoni, pria diharapkan melakukan peran yang bersifat instrumental yaitu berorientasi pada pekerjaan untuk memperoleh nafkah, sedangkan wanita harus melakukan peran yang bersifat ekspresif, yaitu berorientasi pada emosi manusia serta hubungannya dengan orang lain. Yang menjadi agen sosialisasi disini bukan saja keluarga, tapi juga teman sebaya dan pengaruh sekolah.
V.                Pengaruh Perbedaan Kelas Sosial terhadap Sosialisasi Anak dalam Keluarga
Kategori mengenai bentuk/pola sosialisasi dalam keluarga ada dua yaitu sosialisasi yang berorientasi pada ketaatan yang disebut dengan represif (repressive socialization) dan yang berorientasi pada dilakukannya partisipasi (participatory socialization).
Pola sosialisasi yang digunakan oleh orang tua dalam menanamkan disiplin pada anak yaitu otoriter, demokratis, permisif. Penanaman nilai dalam proses sosialisasi perlu memperhatikan 4 aspek agar tujuan pendidikan tercapai, yakni peraturan, sanksi/hukuman, hadiah/penghargaan, konsistensi.