SOSIOLOGI PARIWISATA
“ALKID” (ALUN-ALUN KIDUL)
YOGYAKARTA
- Deskripsi Lokasi
Alun-alun Kidul merupakan bagian belakang Kraton Yogyakarta.
Menurut sejarahnya, alun-alun Kidul dibuat untuk mengubah suasana bagian
belakang kraton menjadi seperti bagian depan karena Gunung Merapi, Kraton
Yogyakarta, dan laut Selatan Pulau Jawa jika ditarik dalam satu garis imajiner
akan membentuk satu garis lurus. Agar posisi Kraton Yogyakarta tidak seperti
membelakangi laut Selatan, maka dibangunlah Alun-alun Selatan. Alun-Alun
Kidul bisa dijangkau dengan berjalan ke arah selatan dari Sentra Makanan Khas
Gudeg Wijilan. Disimbolkan dengan gajah yang memiliki watak tenang. Alun-Alun
Kidul merupakan penyeimbang Alun-Alun Utara yang memiliki watak ribut.
Karenanya, Alun-Alun Kidul dianggap tempat palereman (istirahat) para Dewa. Dan jelas kini
sudah menjadi tempat ngleremke ati (menenangkan
hati) bagi banyak orang. Alun-alun ini dikelilingi
oleh tembok persegi yang memiliki lima gapura, satu buah di sisi selatan serta
di sisi timur dan barat masing-masing dua buah. Di antara gapura utara dan
selatan di sisi barat terdapat ngGajahan sebuah kandang guna memelihara gajah
milik Sultan. Di sekeliling alun-alun ditanami pohon mangga (Mangifera
indica), pakel (Mangifera sp), dan kuini (Mangifera odoranta).
Pohon beringin hanya terdapat dua pasang. Sepasang di tengah alun-alun yang
dinamakan Supit Urang (capit udang) dan sepasang lagi di
kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok, dari kata bewok (jenggot).
- Fenomena Lapangan
Kehidupan alun-alun selatan dimulai pagi hari
terutama untuk aktivitas olahraga, lalu break ketika siang hari karena memang
kalau siang hari kawasan alun-alun Selatan betul-betul panas.
Pukul lima sore adalah awal keramaian Alun-Alun Kidul. Tenda-tenda pedagang
mulai didirikan dan bahan makanan atau minuman yang akan dijajakan pun
disiapkan. Begitu gelap, anda bisa mulai menjajal makanan dan minuman yang
dijajakan. Bila berjalan ke salah satu sudutnya, anda akan menemukan kedai
ronde, sebuah minuman berkomposisi wedang jahe, kacang, kolang kaling dan bulatan
dari tepung beras berisi gula jawa cair yang hangat. Harganya pun cukup murah,
hanya sekitar Rp 5.000. Jika lapar, anda juga dapat menyantap berbagai
hidangan. Bebakaran seperti jagung bakar, pisang bakar dan roti bakar. Pilihan
lauk bila ingin bersantap dengan nasi juga tersedia. Ayam bakar, berbagai macam
ikan bakar hingga tempe tersedia. Masakannya mungkin biasa, tetapi bila mampu
menjadikan nuansa alun-alun kidul sebagai bumbu masakannya, tentu akan menjadi
luar biasa. Dengan konsep lesehan, umumnya warung makan di kawasan alun-alun
ini menjajakan makanan dengan harga tak mahal. Anda bisa kenyang dengan hanya
mengeluarkan Rp 5000,00 saja. Usai memanjakan lidah, anda bisa mencoba atraksi
yang dinamai Masangin, yaitu melewati
jalan antara dua beringin yang ada di tengah alun-alun dengan mata ditutup kain
hitam. Konon, jika orang mampu melewatinya dan tak serong atau menabrak maka ia
akan mendapat berkah tak terhingga. Tapi, jangan mencoba untuk mengintip, sebab
jika dilakukan anda akan masuk ke dunia lain. Anda akan mendapati alun-alun
dalam keadaan sepi dan sulit untuk kembali ke alam nyata lagi. Untuk
mencobanya, anda cukup menyewa kain hitam seharga Rp 3.000,00.
- Rumusan Masalah
Ø Apa
sajakah fenomena sosiologi yang terjadi di tempat wisata Alkid ini?
- Pembahasan
1. Kajian
Teori
Talcott
Parsons mencetuskan sebuah teori yang disebut dengan Teori Fungsionalisme
Struktural. Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa
masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan
nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi
perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem
yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian
masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain
berhubungan dan saling ketergantungan.
Fungsi
adalah suatu gugusan aktivitas yang diarahkan untuk memenuhi satu atau beberapa
kebutuhan sistem. Menggunakan definisi ini, Parsons percaya bahwa ada empat
imperative fungsional yang diperlukan (atau menjadi ciri) seluruh sistem, yaitu
adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, latensi.
1. Adaptasi:
sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar. Ia harus
beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan
kebutuhan-kebutuhannya.
2. Pencapaian
tujuan: sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan utamanya.
3. Integrasi:
sistem harus mengatur hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Ia pun
harus mengatur hubungan antar ketiga imperative di atas.
4. Latensi:
sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbaharui motivasi individu dan
pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut.
Prinsip-prinsip
pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan
pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang
unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan
dengan penentuan alat dan tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa
tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar,
yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma.
2. Pokok-Pokok
Temuan
Kota-kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta,
umumnya memiliki persoalan dengan ruang publiknya, dari persoalan parkir, PKL,
kemacetan lalu lintas, ketertiban sampai kekumuhan. Ruang publik sendiri
berarti ruang dimana setiap orang berhak datang dan menggunakannya tanpa
membedakan tingkat/kelas ekonomi dan sosial seseorang, sehingga siapapun berhak
menggunakannya tanpa terkecuali. Namun demikian, setiap orang yang memanfaatkan
wajib ikut menjaga dan memeliharanya, seperti menjaga kebersihan, keamanan,
ketertiban dan kenyamanan, dan tidak merusak
fasilitas yang ada. Alun-alun merupakan salah satu ruang publik. Alun-alun kidul
di kota Yogyakarta sendiri juga telah menjadi ruang publik yang istimewa. Belum
lagi ketika malam hari, alun-alun kidul menjadi semakin ramai dengan keberadaan
sepeda-sepeda yang dihiasi dengan lampu-lampu yang bisa disewa dengan harga Rp.
20.000 sampai dengan Rp. 25.000 untuk mengelilingi alun-alun. Berbagai tempat makan juga tersedia disini, angkringan
khas Jogja, jagung bakar, ronde, bajigur, diramaikan juga oleh para seniman jalanan
(pengamen), kita juga bisa mencoba atraksi yang dinamakan Masangin, yaitu melewati jalan antara
dua beringin yang ada di tengah alun-alun dengan mata ditutup kain hitam. Para pedagang, pengamen, dan pelaku wisata
disini juga memiliki kartu anggota yang dikelola oleh pemerintah daerah, ini
dimaksudkan agar lebih mudah dalam melakukan koordinasi dan pendataan. Tetapi
ada juga pengamen dan pedagang yang tidak memiliki kartu anggota. Ketika hari mulai gelap, Alkid
mendadak berubah menjadi ajang berkencan oleh pasangan muda-mudi, fenomena yang
sangat kontras dengan peristiwa sebelumnya, dari suasana dan suara hiruk pikuk
anak-anak, menjadi suasana yang remang-remang. Di
sepanjang jalan di sekeliling alun-alun dapat dengan mudah dijumpai pasangan muda-mudi
yang asyik dengan diri mereka sendiri, tanpa memperdulikan bahwa apa yang
mereka lakukan tersebut jauh dari nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.
Fenomena ini menjadi salah satu bukti bahwa
ruang publik kadang-kadang mengalami pemaknaan yang keliru, dimana orang sering
beranggapan bahwa ruang publik adalah ruang yang bebas diakses siapapun dengan
tujuan apapun, tanpa memperhatikan kepentingan-kepentingan yang lain, melanggar
norma atau peraturan sekalipun. Dalam situasi seperti ini, yang paling mungkin
diandalkan adalah adanya kontrol masyarakat terhadap segala aktivitas di
lingkungannya, juga terhadap dampak-dampak yang mungkin akan muncul dari
kegiatan-kegiatan yang berkonotasi negatif seperti di atas.